Banyak
orang berpikir tentang kegagalan. Takut gagal padahal belum mencoba.Kegagalan
merupakan kejadian yang menurut sebagian orang mungkin, sebaiknya hilang dan
musnah dari kehidupan. Namun, kegagalan merupakan hal yang sepatutnya akan
dialami oleh setiap orang. Mungkin sebagian orang belum mengalaminya, namun
untuk mengalaminnya hanya tinggal menunggu waktu saja. Jika direnungkan
kegagalan sama layaknya dengan kematian, hanya saja kematian akan hanya dialami
sekali, sedangkan kegagalan mungkin bagi sebagian orang tidak mengalaminya
sekali saja.
Sama halnya layaknya Timnas yang selama ini menjadi tumpuan
harapan masyarakat pecinta bola di Indonesia, yakni Timnas U-19. Mereka mungkin
mengalami kegagalan yang paling pahit sepanjang hidupnnya untuk saat ini.
Ditambah lagi hujatan dari beberapa orang yang menganggap pengorbanan mereka
selama satu tahun belakangan ini tidak ada artinya.
Masyarakat Indonesia yang mendukung mereka mungkin merasakan
luka, namun luka yang dirasakan oleh masyarakat Indonesia tidaklah sebanding
dengan luka yang mereka rasakan. Jika di ibaratkan, luka yang dirasakan
masyarakat Indonesia hanyalah goresan luka kecil dan akan menghilang setelah
beberapa waktu. Namun, luka yang mereka rasakan layaknya luka hasil tikaman,
yang bekasnya itu butuh waktu yang lama untuk sembuh, bahkan mungkin tidak akan
hilang.
Tangisan mereka, tidakkah cukup menggambarkan apa yang
mereka rasakan saat ini, begitu dalam luka yang mereka rasakan, padahal umur
mereka masih belia, begitu berat beban yang mereka pikul padahal pundak mereka
belum begitu kuat untuk memikulnya. Haruskah mereka yang memikul seluruh beban
kegagalan mereka? Kegagalan ini bukanlah kegagalan mereka sebagai Timnas. Tapi,
kegagalan ini adalah kegagalan milik seluruh rakyat Indonesia. Jadi, berhenti
menghujat dan menyalahkan mereka atas kegagalan ini.
Saat ini federasi sepak bola Indonesia harus berbenah diri.
Sepak bola Indonesia harus dibangun dengan pondasi yang kuat. Pondasinya tentu
saja pembinaan timnas kelompok kelompok usia muda. Salah satu caranya mungkin, dengan
menghidupkan kembali kompetisi kompetisi antar kampung atau yang lebih dikenal
dengan tarkam. Karena tidak sedikit pemain timnas yang mengawali bermain sepak
bola dari kompetisi tersebut. Tentu saja kompetisi tersebut haruslah dibina
dibawah naungan federasi sepak bola Indonesia.
Tentu akan butuh waktu yang lama untuk menikmati hasilnya,
namun pengembangan sepak bola Indonesia dari usia muda sangat perlu dilakukan.
Meski hasilnya tidaklah secepat dan instant layaknya jika memainkan pemain
naturalisasi. Jika dilihat perkembangan sepak bola Indonesia ketika dibela oleh
pemain – pemain naturalisasi tidaklah berubah secara signifikan. Skill dan gaya
bermain mereka tidaklah begitu mencolok dari pemain-pemain asal Indonesia.
Indonesia merupan salah satu negara yang sangat antusias
dengan yang namanya sepak bola. Bisa dilihat ketika ada tim-tim kuat Eropa yang
datang mengunjungi Indonesia bisa
dilihat betapa antusiasnya mereka ketika Stadion Gelora Bung Karno penuh tanpa
celah. Dari segi komersial, ini adalah
sasaran empuk klub-klub sepak bola Eropa untuk menghasilkan pundi-pundi uang
bagi kas klub mereka. Sebenarnya ini juga bisa dimanfaatkan oleh federasi sepak
bola Indonesia jika prestasi sepak bola Indonesia membanggakan. Hal tersebut
terbukti ketika Timnas U-19 melakukan tur nusantara, tur Eropa, dan berbagai
uji coba lainnya. Tentu ada pundi-pundi uang yang dihasilkan dari hak siar
pertandingan tersebut.
Dari semua kegagalan yang dialami oleh Timnas-U19 ini,
merupakan pembelajaran bagi seluruh jajaran petinggi federasi sepak bola
Indonesia untuk segera membenahi sistem yang ada. Tak usah menyalahkan siapapun
atas semua kejadian yang menimpa Timnas U-19. Tetap dukung mereka, karena
mereka masih muda dan perjalanan mereka masih panjang. Meski tidak ikutserta
dalam pegelaran Piala Dunia U-20,bukanlah akhir perjalanan dari sepak bola
Indonesia. Masih banyak gelar yang
mungkin mereka persembahkan untuk negara ini.
SAVE AND SUPPORT OUR NATIONAL TEAM